Oleh: Shofiyah Amirotin Psikologi
Bangkalan, Metroliputan7.com.–
Tahfidz berasal dari kata haffadza, yang berarti menjaga/menghafal. Karena itu, tahfidz quran berarti menghafal al-Qur’an, yaitu suatu usaha untuk memelihara atau menjaga al-Qur’an dengan cara memasukkan lafadz-lafadz al-Qur’an ke dalam pikiran, sehingga selalu teringat dan dapat mengucapkannya kembali tanpa melihat mushaf. Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf, definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu baik dengan membaca atau mendengar”. Dalam menghafal Al-Qur’an orang yang menghafalkan Al-Qur’an disebut hafidh/hafidha. Orang menghafal itu pada dasarnya membutuhkan dukungan sosial dari keluarga, guru serta teman sebaya. Selain itu ia juga harus memiliki niat yang kuat untuk menghafal, fasilitas untuk menghafal (Al-Qur’an) serta kekuatan kognitif. Karena orang yang menghafal itu bukan sekedar mengingat apa yang telah ia hafal saja melainkan ia juga harus memasukkan hafalan tersebut dari memori jangka pendek (short term memory) ke dalam memori jangka panjang (long term memory) mereka.
Salah satu teori belajar kognitif yang dapat digunakan dalam metode menghafal Al-Qur’an yaitu teori bermakna Ausubel. Di mana dalam menghafal santri yang biasanya hanya menerima (dari Al-Qur’an) kemudian menghafalnya, dapat mengaitkan ayat-ayat yang baru dihafal dengan ayat-ayat yang sudah dihafal sebelumnya yang telah masuk ke dalam struktur kognitifnya. Dalam proses mengaitkan tersebut santri dapat dengan cara membaca arti setiap bacaan, juga dapat dengan memperhatikan setiap kata-kata dari ayat yang dihafal. Dengan cara tersebut, menjadikan santri lebih tergambar bagaimana bunyi ayat serta runtutan ayat ketika santri mengalami kelupaan terkait ayat yang dihafal.
Teori kognitif ini berkaitan dengan pemrosesan informasi, jika dikaitkan dengan hafalan maka terdapat delapan tahapan (Dahar, 2011), tahapan-tahapan tersebut diantaranya:
— Tahap motivasi, tahap ini terjadi pemberian harapan serta motivasi pada santri untuk menghafal dengan cara memberitahu manfaat menghafal, kelebihan orang yang menghafal Al-Qur’an, dan lain sebgainya.
— Tahap pengenalan, pada tahap ini santri difokuskan untuk mengenali metode-metode, pembelajaran tajwid, dan fasilitas dalam menghafal Al-Qur’an.
— Tahap perolehan, yaitu santri dapat memulai menghafal dengan baik, sesuai bimbingan ustadz/ustadzah.
— Tahap retensi, yaitu pada tahap ini santri memindahan bentuk hafalan yang dia miliki dari memori jangka pendek (short term memory) ke memori jangka panjang (long term memory).
— Tahap pemanggilan, yakni proses pengulangan kembali hafalan untuk disetor atau diulang agar lebih lancar biasanya disebut dengan muroja’ah. Muroja’ah dapat dilakukan secara individu atau disetor kepada ustadz/ustadza.
— Tahap generalisasi, tahap ini terjadi ketika santri dapat menerapkan ilmu-ilmu Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
— Tahap penampilan, yaitu penampilan hafalan bacaan Al-Qur’an baik kuantitas maupun kualitas hafalan dengan cara dites terkait hafalan yang dimiliki.
— Tahap umpan balik, ketika terdapat kesalahan dalam membaca maupun menghafal, santri mendapatkan saran terkait perbaikan dari hafalan, baik dari ustadz/ustadza, maupun keluarga.
Sabtu, 11 Mei 2024.
Buya Dr. Mohamad Djasuli,(Pengasuh PPM Tebu Falah Telang Kamal)