Surabaya –Metroliputan7.com.–
Dewan Pakar LIRA Jawa Timur, Ashraf Logika, mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mendorong Polri melakukan refleksi menyeluruh terhadap berbagai kasus yang melibatkan oknum petinggi hingga anggota di lapangan. Menurutnya, serangkaian peristiwa yang menyeret institusi kepolisian ke dalam sorotan publik tak bisa lagi dianggap kasuistik, melainkan gejala sistemik yang harus ditangani dengan pendekatan reformasi budaya dan etika profesional.
“Polri bukan hanya penegak hukum, tapi juga representasi wajah negara di mata rakyat. Jika citranya rusak karena ulah segelintir oknum, maka yang terpukul adalah legitimasi negara di hadapan masyarakat,” tegas Ashraf, yang juga dikenal sebagai pengamat sosial-hukum dalam kanal Ashraf Logika.
Ashraf menyampaikan bahwa kritik terhadap Polri seharusnya tidak dilihat sebagai serangan, melainkan sebagai panggilan moral untuk perbaikan internal secara berkelanjutan. Ia menyoroti pentingnya pemulihan integritas di tubuh Polri melalui langkah-langkah konkret, bukan sekadar retorika atau pencitraan.
“Sudah saatnya pimpinan Polri tidak hanya sibuk menutupi lubang skandal, tetapi membangun jembatan kepercayaan melalui keberanian mengoreksi diri. Evaluasi harus menyeluruh dari atas ke bawah. Jangan biarkan keadilan menjadi komoditas, apalagi diperjualbelikan,” tambahnya.
Sebagai solusi, Ashraf menawarkan empat saran humanis dan konstruktif untuk mendukung transformasi Polri yang lebih presisi:
1. Kembali ke Hati Nurani Penegak Hukum: Setiap anggota Polri, dari tingkat tinggi hingga bhabinkamtibmas, harus menghayati bahwa kewenangan adalah amanah, bukan kuasa absolut.
2. Perkuat Budaya Transparansi Internal: Audit etika dan pelaporan pelanggaran harus dibuat lebih terbuka dan terproteksi, agar anggota baik tak takut bersuara.
3. Rekonsiliasi Kemanusiaan dengan Rakyat: Bangun kembali hubungan dialogis dengan masyarakat lewat forum terbuka, edukasi hukum, dan restorasi keadilan.
4. Kembalikan Makna Presisi dalam Tindakan Nyata: Jangan biarkan slogan hanya menjadi hiasan dinding kantor, tapi wujudkan dalam pelayanan tanpa diskriminasi dan tindakan yang responsif, prediktif, serta adil.
Ashraf menegaskan bahwa publik tidak menuntut Polri menjadi sempurna, tapi jujur dan sungguh-sungguh memperbaiki diri. “Institusi sebesar Polri tidak akan runtuh oleh kritik, justru akan runtuh bila menolak perubahan,” tutupnya.