Bangkalan — Metroliputan7.com.–
Salah satu dampak perubahan sistem single bar (satu organisasi advokat) menjadi multi bar pasca terbitnya Surat Ketua MA nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang penyumpahan advokat yang intinya menyatakan, Ketua Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat dari organisasi mana pun, terindikasi berdampak lahirnya advokat yang tidak profesional dan menjadi makelar kasus sehingga penegakan hukum seperti hanya menjadi bahan permainan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Sanksi etika bagi para advokat seperti menjadi tidak berguna karena advokat bisa berpindah organisasi advokat dengan mudah.Tidak terkecuali penegakan hukum di Kabupaten Bangkalan juga terindikasi terdapat advokat yang terkesan hanya menjadikan hukum sebagai bahan permainan untuk mengeruk keuntungan pribadi semata.Rabu (07/06/2023)
Hal ini diungkapkan Hariyadi warga Kelurahan Bancaran, Kecamatan kota Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, pemilik sebidang tanah seluas + 305 M2 namun kemudian tanahnya diambil/diserobot oleh pihak lain hingga dibidang tanah milik Hariyadi telah terbit sertifikat SHM, sehingga dirinya diduga telah kehilangan tanahnya seluas + 175 M2 atau kini bidang tanah miliknya hanya tersisa + 130 M2 saja. Sebenarnya peristiwa penyerobotan tanah tersebut telah di mediasi oleh Lurah setempat dan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) dimana sebenarnya pihak penyerobot tanah telah melakukan pengakuan bahwa dirinya telah menyerobot tanah dan akan memberikan ganti rugi kepada Hariyadi sebagai pemilik asal bidang tanah,namun karena ganti rugi yang ditawarkan sangat kecil maka tawaran penyerobot bidang tanah ditolaknya. Ungkap Hariyadi lebih lanjut.
Namun betapa kagetnya Hariyadi karena dirinya digugat secara perdata oleh pihak penyerobot bidang tanah miliknya dalam perkara nomor 05/Pdt.G/2023/PN.BKL yang lebih aneh lanjut Hariyadi nama dan alamat dirinya dalam gugatan tersebut salah atau tidak sesuai sebenarnya dan obyek sengketa terkait batas-batas juga terdapat kejanggalan karena batas-batas bidang tanah miliknya tidak terdapat jalan namun dalam gugatan disebut terdapat jalan desa. Awalnya karena keinginannya perkara bidang tanah miliknya segera selesai maka dirinya setuju adanya revisi gugatan tersebut.
Hariyadi mengaku setelah digugat perdata di pengadilan negeri Bangkalan dirinya berkonsultasi dengan temannya yang paham hukum namun teman tersebut sempat heran mengapa pihak penyerobot bidang tanah yang telah sukses membuat sertifikat SHM malah menggugat perkara perdata terhadap pemilik bidang tanah asal ???. Hariyadi mengaku tidak mengetahui dan tidak paham hukum, namun dirinya mengaku telah melaporkan pihak penyerobot tanah miliknya kepada pihak Kepolisian Resor Bangkalan karena telah melakukan tindak pidana pengeroyokan dan pengancaman namun belum ada tindak lanjutnya.
Lanjut ungkap Hariyadi temannya berpendapat bahwa perkara perdata di Pengadilan Negeri Bangkalan adalah kasus abal-abal, kata Hariyadi sambil menutup penjelasannya.
Secara terpisah wartawan media ini telah berusaha untuk menghubungi pihak yang diduga melakukan penyerobotan tanah milik Hariyadi dan pengacaranya namun sampai dengan berita ini di realease belum ada tanggapan.(Ruslan)