Senator Lia Istifhama bersama Wakil Direktur Penunjang Medik dan Diklit RS Haji, drg. Ansarul Fahrudda, saat seminar di RSUD Haji. Foto: dok.JNR
Surabaya – Metroliputan7.com.–
Menjelang pelaksanaan ibadah haji tahun 2025, Anggota DPD RI, Lia Istifhama, mendorong seluruh jemaah haji untuk memperhatikan syarat istitha’ah (kemampuan fisik) dalam beribadah. Tujuannya adalah agar jemaah dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar dan sempurna, tanpa kendala kesehatan yang dapat mengganggu kelancaran ibadah mereka.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ning Lia, sapaan akrab Lia Istifhama, saat menjadi Keynote Speaker dalam seminar bertajuk Jalin Silaturahmi antara RS Haji Provinsi Jawa Timur dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus, yang digelar pada beberapa waktu lalu
Seminar ini dihadiri oleh puluhan travel haji dan sejumlah narasumber, di antaranya Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Drg Sulvy Dwi Anggraini, Spesialis Penyakit Dalam RSUD Haji, dr. Agus Thoha, Sp.PD, Wakil Direktur Penunjang Medik dan Diklit, drg. Ansarul Fahrudda, serta Kepala BBKK Surabaya, Rosidi Roslan.
Dalam kesempatan tersebut, Ning Lia berbagi pengalaman pribadi mengenai masalah kesehatan yang sering dialami jemaah haji.
“Saya sendiri pernah mengalami maag saat perjalanan pulang umroh dari Tanah Suci. Hal ini mengingatkan saya akan pentingnya fasilitas kesehatan yang lengkap sebelum berangkat ke Tanah Suci. Dengan mengetahui secara lengkap kondisi kesehatan kita, maka antisipasi problem kesehatan lebih kita siapkan agar selama ibadah, lancar, sehat, dan prima,” ujar Ning Lia dikonfirmasi, Minggu (2/1/2025).
Menurut perempuan yang akrab disapa Senator Idola itu, memang sangat penting melakukan pemeriksaan kesehatan oleh fasilitas di bawah Dinas Kesehatan Provinsi. Hal itu karena RS Pemerintah mengetahui persyaratan dan kebutuhan jemaah haji di tanah suci. Dalam kesempatan tersebut, Ning Lia juga mengingatkan tantangan kesehatan bagi jemaah haji lanjut usia, terutama yang berusia hingga 90 tahun.
Meskipun usia lanjut membawa tantangan fisik, ia optimis dengan persiapan kesehatan yang matang, jemaah haji lanjut usia tetap dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar.
“Perhatian terhadap istitha’ah jemaah haji sangatlah penting untuk memastikan kemampuan fisik mereka dalam menjalankan ibadah,”katanya
Senator Jatim tersebut mengungkapkan, Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan jumlah jemaah haji nomor dua terbanyak di Indonesia. Namun, yang perlu diapresiasi dalam beberapa tahun terakhir, terdapat penurunan jumlah jemaah yang signifikan.
“Penurunan ini harus menjadi perhatian kita bersama. Kita tidak bisa hanya berbangga dengan angka besar tanpa memperhatikan upaya pelayanan maupun pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh dari semua elemen,” jelas Ning Lia.
Menurutnya, terkait dengan pelayanan kesehatan jemaah haji, Lia menjelaskan ada dua strategi utama yang perlu diterapkan yakni strategi aktif dan pasif.
Strategi aktif bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan jemaah, seperti mengurangi angka kematian dan masalah kesehatan lainnya, terutama di tahun 2025. Sementara itu, strategi pasif lebih fokus pada pengurangan biaya layanan kesehatan, yang bisa lebih efektif jika didukung oleh budaya hidup sehat di kalangan jemaah.
Lia menekankan pentingnya menjaga kesehatan psikologis jemaah haji, karena faktor psikologis berpengaruh pada tingkat okupansi rumah sakit dan dapat mempengaruhi kesehatan fisik mereka.
“Jadi sangat penting bagi travel haji untuk memastikan bahwa setiap jemaah menjalani pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi, guna mencegah masalah kesehatan yang dapat mengganggu kelancaran ibadah mereka. Jadi ini semua tak lain demi kelancaran ibadah para Jamaah Haji,” jelasnya.
Pemeriksaan terintegrasi menurutnya, salah satunya dengan pemeriksaan kesehatan di RS Pemerintah.
“Menurut analisa mendalam atau deep analysis saya, pemeriksaan kesehatan di RS Pemerintah tentu lebih dapat dipertanggungjawabkan. Karena ini terkait pemeriksaan secara menyeluruh. Dengan mengetahui secara detail jenis penyakit, maka persiapan obat rawat jalan tentu tercukup secara baik sehingga tidak ada resiko tinggi saat beribadah,” katanya
“Hal ini disebabkan okupansi pasien di Rumah Sakit Arab Saudi tentu beda jauh dengan situasi di negeri sendiri. Bukan hanya kendala bahasa, tapi juga jumlah pasien sangat tinggi dan dari beragam negara, jadi banyak hambatan. Terlebih, kita semua tentu ingin sama-sama ibadah dengan lancar, baik jamaah haji maupun petugas dan pendamping dari pihak travel, tanpa masalah berarti, apalagi terkait keselamatan kesehatan jamaah,”lanjutnya
Oleh sebab itu, ia berharap Kementerian Kesehatan RI memperhatikan pentingnya integrasi pemeriksaan kesehatan melalui sinergitas Rumah Sakit di bawah naungan Pemerintah.
“Jika pemeriksaan kesehatan di bawah naungan pemerintah, maka data siskohatkes pun akan terintegrasi, selain itu, kelengkapan riwayat penyakit pun lebih detail sehingga mudah ditangani,” pungkasnya.
Ning Lia sendiri, beberapa waktu lalu seringkali berbicara terkait persiapan ibadah haji Tahun 2025. diantaranya terkait teknis pelaksanaan mudzakarah. Tepatnya, saat Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Menariknya, bahkan dalam pertemuan tersebut,senator yang dikenal dengan tagline peran CANTIK, cerdas, inovatif, kreatif itu, menghadiahkan sebuah pantun Malam penuh bintang bikin nuansa syahdu penuh cinta, Prof hilman latif datang semoga kolaborasi kemenag dengan DPD RI kian nyata.
Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Drg. Sulvy Dwi Anggraini mengatakan, perlunya cek kesehatan haji yakni agar dokter pendamping haji sudah memahami dengan baik masalah kesehatan yang umum dialami oleh jemaah haji, serta mampu memberikan pendampingan yang tepat, baik terkait obat-obatan maupun penanganan lainnya.
Dr. Agus Thoha, Sp.PD, Spesialis Penyakit Dalam RSUD Haji, menambahkan istitha’ah kesehatan bagi jemaah haji diatur dalam PMK nomor 15 Tahun 2026 tentang Istitha’ah Kesehatan, yang mengacu pada Surat Edaran Kemendagri nomor 450/1861/SJ.
“Penting untuk memastikan jemaah haji dalam kondisi fisik yang prima sebelum berangkat ke Tanah Suci,” ujar dr. Agus.
Wakil Direktur Penunjang Medik dan Diklit RS Haji, drg. Ansarul Fahrudda, menekankan pentingnya pendataan kondisi kesehatan jemaah haji, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit kronis. Data kesehatan ini akan membantu petugas dalam memberikan perawatan yang tepat, termasuk upaya pencegahan dan perawatan khusus selama masa manasik haji.
Rosidi Roslan, Kepala BBKK Surabaya, mengingatkan bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji, tidak boleh ada paksaan bagi jemaah yang kondisi kesehatannya tidak memadai.
“Kita harus mengikuti aturan yang ada, agar jemaah bisa menjalankan ibadah dengan aman dan sehat,” tegas Rosidi.