Depok — Metroliputan7.com.- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok mengadakan sejumlah kegiatan menarik mulai dari 14 Juli hingga 22 Juli 2022 untuk memperingati Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-22 Ikatan Adhyaksa Dharmakarini (IAD). Salah satunya Webinar yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang digelar Sabtu (16/07) kemarin.
Pada Webinar tersebut Jaksa Agung, St Burhanudin menjadi Keynote Speaker. Jaksa Agung menyampaikan banyak hal, salah satunya mengapresiasi webinar yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok yang berkolaborasi dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), mengusung tema diskusi Bersama Praktisi Apakah Restorative Justice Apakah Solutif.
“Saya selaku pribadi dan pimpinan mengapresiasi acara diskusi ini. Karena merupakan contoh sinergi kolaborasi yang baik antara dunia akademik dan dunia praktisi. Serta pengambilan tema yang update terkait kebijakan penegakan hukum,” katanya dalam webinar.
Dirinya menuturkan, materi diskusi terkait kebijakan pelaksanaan penegakan hukum dengan pendekatan restorative justice yang belakangan ini dijalankan oleh Kejaksaan, mendapat perhatian dunia pendidik dan praktisi. Baik itu di level nasional maupun internasional.
Salah satunya pada Mei 2022 beberapa organisasi internasional memberikan apresiasi atas pendekatan keadilan yang dijalankan oleh Kejaksaan.
“Saat ini kami sampaikan sudah ada 1.334 perkara yang disetujui diselesaikan secara restorative justice dari total 1.450 yang diajukan,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak semua permohonan restorative justice dikabulkan. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan restorative justice.
Sebab penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Yang memperhatikan pertimbangan jaksa dengan memperhatikan subjek, objek, kategori dan ancaman, kemudian latar belakang terjadinya dilakukannya tindak pidana.
“Saya berharap agar kegiatan webinar antara dunia pendidikan dan praktisi terus konsisten dilakukan. Sebab, kerja sama ini dapat menghadirkan pemikiran sumbangsih dalam pembangunan hukum Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Kajati Jawa Barat, Asep Nana Mulyana mengatakan, berbagai problematika hukum yang terjadi saat ini menimbulkan adanya legal justice effect. Hal ini, menurutnya bakal berdampak pada sejumlah hal, salah satunya adalah lembaga pemasyarakatan atau Lapas menjadi over kapasitas.
“Di Jawa Barat sendiri adanya permasalahan over capacity di Lapas dan anggapan bahwa penjara menjadi school of crime,” katanya.
Selain itu, dalam diskusi bertajuk Apakah Restorative Justice Apakah Solutif?, Asep N Mulyana juga menyatakan adanya komparasi pemidanaan di Indonesia dan Belanda.
“Berbeda dengan Indonesia, di Belanda telah mengamandemen regulasinya sebanyak lima kali, lapas sudah bukan menjadi tujuan utama hukuman, tolak ukur yang ada di negara anglo saxon sama seperti di Belanda,” jelas dia.
Selanjutnya, kata Asep N Mulyana, yaitu penegakkan hukum pidana yang bertujuan kepada keadilan, kepastian, kemanfaatan, dan perdamaian.
“Kemudian adanya dua produk utama yang menjadi keunggulan yaitu Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 yang merupakan wujud nyata negara hadir dalam asas kesamaan setiap orang di mata hukum,” jelasnya.
Sedangkan, Kepala Kejari Depok, Mia Banulita menjelaskan terkait pelaksanaan restorative justice yang sudah ada di Kota Depok. Katanya, mengenai ruang lingkup restorative justice khusus untuk tindak pidana tertentu.
Misalnya, korban penyalahguna narkoba dengan parameter yang ketat. Akan tetapi, restorative justice akan dilaksanakan setelah mendengar dan mempertimbangkan dari diskusi serta konsultasi dengan kedua pihak.
Kejaksaan Republik Indonesia membuktikan bahwa jargon siap melayani telah diimplementasikan dalam acara yang dicanangkan oleh Kejari Depok tersebut.
“Hal ini penting agar baik Aparat Penegak Hukum (APH), akademisi, ataupun mahasiswa bahkan masyarakat umum paham mengenai kebijakan yang dikeluarkan. Dan memerlukan sosialisasi agar tidak ada kesalahpahaman,”tutupnya.