Dosen Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair),
Surabaya – Metroliputan7.com.–
Indonesia kembali memulangkan 288 benda cagar budaya buntut penandatanganan kesepakatan repatriasi atau pengembalian antara Indonesia dan Belanda di Wereldmuseum, Amsterdam. Pengembalian cagar budaya ini merupakan yang kedua menyusul repatriasi pertama pada pertengahan 2023 lalu.
Tentu, upaya repatriasi ini mendapat sambutan baik oleh lapisan masyarakat, tak terkecuali akademisi yang memiliki fokus pada bidang kesejarahan. Dosen Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Adrian Perkasa SHubInt SHum MA, turut memberikan respon positif terkait upaya repatriasi benda cagar budaya asal Indonesia.
“Secara gradual sudah dipulangkan ya harus kita sambut baik dan karena permintaannya sudah lama jadi saya sendiri mengapresiasi. Baik kedua belah pihak terutama dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang konsisten terus mengawal kepulangan benda cagar budaya,” tuturnya, di Surabaya, Jumat(27/9/2024).
Adrian mengungkapkan bahwa upaya pemulangan benda cagar budaya asal Indonesia bukan perkara yang mudah. Ia menjelaskan bahwa proses pemulangan benda cagar budaya memerlukan data dan riset akademis yang kompleks. “Jadi tidak hanya sejarah, tapi juga multidisiplin. Misalnya, yang ahli material culture, kemudian misal benda itu logam perlu ahli logam juga,” jelasnya.
Oleh karena itu, Adrian mengungkapkan bahwa akademisi berperan penting dalam melakukan riset yang akhirnya berdampak terhadap pemulangan sebuah benda cagar budaya. “Ini mesti dimulai juga khususnya oleh Fakultas Ilmu Budaya untuk mulai memberikan perhatian terhadap riset-riset semacam ini. Jadi riset tidak hanya berbasis dokumen, tapi yang interdisipliner,” ungkap Adrian.
Bagi Adrian, pemulangan benda cagar budaya ini bukan hanya sekadar wujud nasionalisme untuk menunjukkan, tetapi juga menjadi wujud rekognisi atau pengakuan identitas Indonesia sebagai bangsa. “Kita sekarang sudah benar-benar setara, jadi barang apapun yang diambil pada masa kolonial, khususnya yang diambil karena perang, karena barang rampasan dan sebagainya itu karena kita setara kita bisa minta lagi,” ujarnya.
Adrian berharap upaya pemulangan ini tidak hanya menjadi sebuah rekognisi bagi bangsa, tetap juga daerah-daerah di Indonesia. “Jadi saya berharap barang-barang ini tidak hanya dikumpulkan atau distok di museum nasional. Harusnya misal itu dari Singosari, arca dari Candi Singosari ya harusnya kembali ke Candi Singosari atau paling tidak, teman-teman daerah juga dilibatkan karena sementara ini yang terjadi semuanya masih jadi urusan pusat,” harapnya.